Eramuslim.com | Media Islam Rujukan,
Utsman bin Affan sedang membaca Al-Qur’an
ketika beberapa orang merangsek ke dalam kamarnya. Ia membaca ayat-ayat
suci itu dengan khusyuk dan suara bergetar. Suaranya tidak terlalu
terdengar jelas, juga tidak terlalu pelan. Para durjana yang masuk itu
memaksanya menghentikan tilawahnya. Tiba-tiba salah seorang dari mereka
loncat ke hadapan Utsman dan berteriak, “Antara aku dan engkau ada
Kitabullah,” sambil menebaskan pedang. Utsman menangkisnya hingga
tangannya terputus.
Darah mengucur dari tangan membasahi mushaf yang ada di hadapan Utsman, tepat mengenai firman Allah swt.: Maka
jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya,
sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling,
sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah
akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui. (QS. 2:137).
Seorang durjana lain maju menyabetkan pedangnya. Nailah
bint al-Farafashah yang ada di dekat Utsman menangkap sabetan pedang itu
hingga jari-jarinya putus. Orang itu kembali mengayunkan pedangnya ke
arah perut Utsman. Lalu Kinanah ibn Basyar maju dan memukul keningnya
dengan sepotong besi. Utsman pun jatuh tersungkur. Kemudian giliran
Sawdan ibn Hamran al-Maradi memukulnya. Terakhir, Amr ibn al-Hamq lompat
ke atas tubuh Khalifah Utsman dan menghujamkan senjatanya sebanyak
tujuh kali.
Rasa rindu Utsman kepada junjungan terkasih, Rasulullah
saw. akan segera terobati. Sudah lama ia menantikan saat-saat ini. Pagi
ini, ia merasa bahwa harapannya akan segera jadi kenyataan. Ia sudah
punya firasat sebab tadi malam sang kekasih, sang mertua, dan
junjungannya yang mulia, Rasulullah menemui Utsman dalam mimpinya.
Rasulullah berkata, “Malam ini, makanlah bersama kami, wahai Utsman.”
Utsman menyadari bahwa akhir perjalanannya telah tiba dan
ujung pengembaraannya telah mendekat sehingga ia mempersiapkan diri
dengan sebaik-baiknya. Saat maut menjemput ia dalam keadaan berpuasa dan
telah membebaskan dua puluh orang budak. Bahkan ia meminta pakaian yang
panjang, khawatir auratnya tersingkap ketika para durjana itu
membunuhnya.
Itulah hari terakhir dan perjumpaan terakhir antara
Utsman dan keluarga serta para sahabatnya. Para perawi meriwayatkan
bahwa hari itu adalah Jum’at. Itulah Jum’at kelabu dalam sejarah umat
Islam.
Untuk kali pertama, seorang pemimpin umat, Amirul
Mukminin, pemimpin kaum beriman, dibunuh oleh sebagian golongan. Inilah
awal petaka yang akan menghancurkan keutuhan dan kesatuan umat. Sejak
saat ini pula berbagai kelompok umat Islam mulai saling curiga dan
saling berperang. Fitnah besar mencerai beraikan keutuhan umat, dan
Utsman menjadi korbannya! Lebih menyedihkan lagi, ia tewas di tangan
sebagian golongan muslim! Bagaimanakah sebenarnya pribadi sang Khalifah
ketiga yang dikenal pemalu ini?
Seputar Pribadi Utsman: Sifat dan Keutamaannya
Khalifah yang terbunuh dan teraniaya itu adalah khalifah
ketiga setelah Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Dialah Utsman bin Affan.
Nasabnya bertemu Nabi pada kakek yang keempat, Abdu Manaf. Dari sisi
ibu, nasab keduanya bertemu pada Urwa bint Kariz. Ibunda Urwa adalah
Baydha bint Abdul Muththalib, bibi Nabi.
Dulu pada masa pra-Islam, ia sering dipanggil Abu Amr.
Setelah masa Islam, ia sering dipanggil Abu Abdullah. Julukannya yang
paling terkenal adalah Dzunnuruain – Sang Pemilik Dua Cahaya. Itulah
julukan yang paling disukainya. Julukan itu diberikan oleh Nabi karena
keutamaannya di sisi Nabi, ia menikahi dua putri Nabi,. Ruqayyah r.a.
dan Ummu Kultsum r.a.
Usia Utsman enam tahun lebih muda daripada Rasulullah
saw. Ia lahir di Taif, daerah yang paling subur di kawasan Hijaz.
Selayaknya anak-anak jazirah lain, Utsman tumbuh di dalam masyarakat
yang diliputi kejahiliyahan dan kesesatan. Jalan hidupnya berubah
tatkala Abu Bakar menyerunya kepada Islam. Ia yang memang dikenal santun
dan terjaga etika pribadinya, dengan serta merta menerima seruan itu.
Semenjak menjadi seorang muslim, Utsman tak henti-hentinya mengorbankan
jiwa dan raganya demi Islam. Bahkan harta kekayaannya yang melimpah ruah
pun rela dikorbankan.
Abdullah ibn Umar r.a. berkata, “Bagi kami, di zaman
Rasulullah, tidak seorang pun yang menandingi Abu Bakar, kemudian Umar,
kemudian Utsman. Para sahabat Rasulullah bersumpah untuk tidak
membeda-bedakan mereka satu sama lain.” (HR. Bukhari)
Salah satu prestasi terbaik Utsman adalah menyatukan gaya
bacaan (qiraat) Al-Qur’an semua umat Islam. Ia menyusun mushaf sesuai
dengan apa yang Jibril tuntun kepada Rasulullah di akhir hayatnya.
Rasulullah menyifati Utsman sebagai al-shadiq dan al-syahid. Ketika
Rasulullah berada di atas sebuah gunung batu bersama Abu Bakar, Umar,
Utsman, Ali, Thalhah, dan Zubair, tiba-tiba berguncang. Rasulullah
bersabda, “Tenanglah! Karena di sisi kalian ada Nabi, Shadiq dan
syahid.” (HR. Muslim)
Salah satu sifat dan keutamaan Utsman yang paling dikenal
adalah kedermawanannya. Utsman termasuk sahabat yang paling berharta
dibandingkan dengan yang lainnya. Sejak dulu, ia dikenal sebagai
pedagang yang sukses dan hartanya melimpah. Ia tak segan mengorbankan
harta bendanya demi Islam. Ia pernah menanggung biaya penyiapan pasukan
(jays al-‘usrah), membeli sumur yang kemudian dihadiahkan kepada umat
Islam.
Sifat lainnya yang dikenal luas dari diri Utsman adalah
sifatnya yang pemalu. Rasulullah bersabda, “Umatku yang paling pengasih
adalah Abu Bakar; yang paling keras membela agama Allah adalah Umar;
yang paling pemalu adalah Utsman; yang paling mengetahui halal-haram
adalah Muadz bin Jabal; yang paling menguasai Kitabullah adalah Ubay;
yang paling memahami faraid adalah Zaid ibn Tsabit. Setiap umat memiliki
bendahara, dan bendahara umat ini adalah Abu Ubaidah ibn al-Jarrah.”
(HR. Tirmidzi)
Karena teramat pemalunya, bahkan malaikat pun merasa malu
kepada Utsman bin Affan. Aisyah menceritakan bahwa suatu hari
Rasulullah sedang berbaring di rumah. Saat itu kaki beliau tersingkap.
Tiba-tiba Abu Bakar datang meminta izin bertemu. Nabi mengizinkannya,
lalu beliau berbincang-bincang dengan posisi tubuh tetap seperti itu.
Selanjutnya Umar datang, dan beliau tetap dengan posisi seperti itu.
Setelah itu Utsman datang. Tiba-tiba Rasulullah duduk dan membenarkan
pakaiannya. Utsman masuk dan ikut berbincang-bincang dengan mereka.
Setelah keluar, Aisyah berkata kepada Nabi, “Ketika Abu Bakar masuk,
engkau tidak membenarkan pakaianmu. Setelah Umar masuk, engkau tetap
bergeming. Tetapi ketika Utsman masuk, engkau duduk dan membenarkan
pakaianmu.”
Rasulullah bersabda, “Tidakkah aku malu pada orang yang malaikat pun malu kepadanya?!” (HR. Muslim)
Dalam sanad lain beliau berkata, “Utsman itu pemalu. Jika
ia kubiarkan masuk ketika aku dalam keadaan seperti itu, aku takut ia
urung menyampaikan urusannya.” (HR. Muslim)
Lebih jauh, Rasulullah menyatakan bahwa akhlak Utsman
adalah yang paling serupa dengan akhlak beliau. Rasulullah bersabda,
“Hormatilah ia, karena ia termasuk sahabatku yang akhlaknya paling mirip
denganku.” (HR. Ahmad)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar