Peristiwa penolakan terhadap warga negara Indonesia yang sedang berkunjung ke Palangkaraya oleh ratusan massa setempat sangat disayangkan. Kejadian di ibukota Provinsi Kalimantan Tengah, Palangkaraya hari Sabtu (11/2) kemarin telah merusak hak asasi warga negara dan mengancam persatuan kesatuan elemen-eleman bangsa.
Peristiwa ini bermula dari rencana kedatangan delegasi Front Pembela Islam (FPI) pusat yang terdiri dari 4 orang, yaitu Sekjen FPI, Wasekjen FPI, Ketua Bid. Da’wah FPI, dan Panglima LPI, ke Palangkaraya.
Rombongan delegasi FPI tersebut sebetulnya datang dengan tujuan damai. Mereka datang tidak lain untuk menghadiri Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, sekaligus melantik pengurus FPI di Palangkaraya. Namun reaksi masyarakat di Palangkaraya terkait kunjungan delegasi FPI diluar dugaan. Delegasi FPI yang datang dengan menggunakan pesawat Sriwijaya Air dari Jakarta itu dihadang oleh sekitar 800-an orang dari Suku Dayak di Bandar Udara Cilik Riwut, Palangkaraya.
Menurut laporan, massa suku Dayak tersebut sejak pagi hari sudah berkumpul di semua sudut ruang bandara. Dengan memakai ikat kepala merah, tidak sedikit dari mereka membawa senjata tradisional seperti tombak dan mandau. Ratusan warga Dayak ini dengan brutal merangsek masuk ke dalam area landasan pesawat dengan cara menjebol tiang pagar bandara. Hal itu dilakukan tidak lain untuk menghadang pesawat Sriwijaya Air yang hanya membawa 4 orang anggota delegasi FPI.
Dengan terpaksa, akhirnya rombongan anggota FPI itu tidak mendapat izin pihak Sriwijaya Air untuk turun di Bandara Cilik Riwut, Palangkaraya. Langkah itu diambil Sriwijaya Air untuk alasan keamanan. Pihak Polri yang bertugas dan Kapten pesawat Sriwijaya Air kemudian berinisiatif menerbangkan delegasi FPI dengan pesawat yang sama ke Banjarmasin.
Ternyata, peristiwa pengepungan itu tidak berhenti di Bandara Cilik Riwut. Warga Dayak yang termakan provokasi melanjutkan aksinya menuju kota Kapuas. Sabtu, 11 Februari 2012 sore hari, delegasi DPP FPI melalui Kota Banjarmasin tiba di Kuala Kapuas, malamnya diterima di rumah Bupati Kapuas. Sehubungan adanya info bahwa puluhan truk mengangkut ratusan warga Dayak Palangkaraya menuju Kapuas, maka Bupati segera menghubungi Gubernur Kalimatan Tengah untuk mencegah hal tersebut, tapi Gubernur Kalteng lepas tangan.
Malam itu, Sabtu (11/02/2012), ratusan warga Dayak Palangkaraya malah mengepung rumah Bupati Kapuas dengan membawa senjata tajam. Dari mulut mereka pun tercium bau minuman keras (miras) sambil berteriak menantang perang. Himbauan Kapolres, Bupati dan pimpinan Warga Dayak pun tidak didengar oleh pimpinan mau pun massa Dayak Palangkaraya yang mabuk dan bernafsu untuk membunuh pimpinan FPI. Pada akhirnya, warga Dayak Muslim Kapuas bersama warga lainnya tetap melanjutkan acara Maulid di Kuala Kapuas, ada pun Delegasi FPI dengan bantuan KODIM setempat meninggalkan lokasi menuju Banjarmasin.
Menurut Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Syihab, Bupati dan Kapolres serta Dandim Kapuas telah bekerja sangat baik, tapi Gubernur dan Kapolda Kalimatan Tengah telah menjadi provokator.
Oleh karena itu, Ketua Umum FPI, Habib Rizieq Syihab menuntut pencopotan terhadap Gubernur dan Kapolda Kalimatan Tengah. Keduanya diduga kuat membiarkan peristiwa pengepungan di Bandara Cilik Riwut, Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Sebagai ekses dari tindakan provokasi terhadap warga Dayak tersebut, rumah anggota FPI Habib Muhri bin Muhammad Ba Hasyim di Palangkaraya dihancurkan oleh massa.
“Copot Gubernur Kalteng dan Kapolda Kalteng, keduanya penjahat kemanusiaan yang telah membiarkan warga Dayak Palangkaraya merusak rumah tokoh Muslim H. Muhri Muhammad Ba Hasyim dan sejumlah warga Muslim lainnya di kota Palangkaraya, serta membiarkan pengepungan, bahkan masuk landasan Bandara, juga mengepung rumah Bupati Kapuas,”, tegas Habib hari ini.
Bukan hanya itu, Gubernur dan Kapolda Kalimatan Tengah diduga telah membiarkan rencana dan upaya pembunuhan terhadap Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI). Hal itu terbukti, ketika rapat massa pengacau dan pelepasannya justru muncul dari Komplek Kantor Gubernur Kalteng dengan sepengetahuan Gubernur dan Kapolda Kalteng. Keduanya juga ditengarai terlibat konflik.
“Gubernur dan Kapolda Kalimantan Tengah membiarkan rencana dan upaya pembunuhan terhadap Pimpinan FPI sejak pagi hingga malam. Buktinya, rapat massa pengacau dan pelepasannya justru dari Komplek kantor Gubernur Kalteng dengan sepengetahuan Gubernur dan Kapolda Kalteng. Keduanya juga ditengarai terlibat konflik agraria yang telah merugikan dan menzalimi para petani warga Dayak Seruan di Kalteng yang saat ini sedang dibela DPP FPI,” tegasnya. (Novi/fpi)
sumber : era muslim
Peristiwa ini bermula dari rencana kedatangan delegasi Front Pembela Islam (FPI) pusat yang terdiri dari 4 orang, yaitu Sekjen FPI, Wasekjen FPI, Ketua Bid. Da’wah FPI, dan Panglima LPI, ke Palangkaraya.
Rombongan delegasi FPI tersebut sebetulnya datang dengan tujuan damai. Mereka datang tidak lain untuk menghadiri Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, sekaligus melantik pengurus FPI di Palangkaraya. Namun reaksi masyarakat di Palangkaraya terkait kunjungan delegasi FPI diluar dugaan. Delegasi FPI yang datang dengan menggunakan pesawat Sriwijaya Air dari Jakarta itu dihadang oleh sekitar 800-an orang dari Suku Dayak di Bandar Udara Cilik Riwut, Palangkaraya.
Menurut laporan, massa suku Dayak tersebut sejak pagi hari sudah berkumpul di semua sudut ruang bandara. Dengan memakai ikat kepala merah, tidak sedikit dari mereka membawa senjata tradisional seperti tombak dan mandau. Ratusan warga Dayak ini dengan brutal merangsek masuk ke dalam area landasan pesawat dengan cara menjebol tiang pagar bandara. Hal itu dilakukan tidak lain untuk menghadang pesawat Sriwijaya Air yang hanya membawa 4 orang anggota delegasi FPI.
Dengan terpaksa, akhirnya rombongan anggota FPI itu tidak mendapat izin pihak Sriwijaya Air untuk turun di Bandara Cilik Riwut, Palangkaraya. Langkah itu diambil Sriwijaya Air untuk alasan keamanan. Pihak Polri yang bertugas dan Kapten pesawat Sriwijaya Air kemudian berinisiatif menerbangkan delegasi FPI dengan pesawat yang sama ke Banjarmasin.
Ternyata, peristiwa pengepungan itu tidak berhenti di Bandara Cilik Riwut. Warga Dayak yang termakan provokasi melanjutkan aksinya menuju kota Kapuas. Sabtu, 11 Februari 2012 sore hari, delegasi DPP FPI melalui Kota Banjarmasin tiba di Kuala Kapuas, malamnya diterima di rumah Bupati Kapuas. Sehubungan adanya info bahwa puluhan truk mengangkut ratusan warga Dayak Palangkaraya menuju Kapuas, maka Bupati segera menghubungi Gubernur Kalimatan Tengah untuk mencegah hal tersebut, tapi Gubernur Kalteng lepas tangan.
Malam itu, Sabtu (11/02/2012), ratusan warga Dayak Palangkaraya malah mengepung rumah Bupati Kapuas dengan membawa senjata tajam. Dari mulut mereka pun tercium bau minuman keras (miras) sambil berteriak menantang perang. Himbauan Kapolres, Bupati dan pimpinan Warga Dayak pun tidak didengar oleh pimpinan mau pun massa Dayak Palangkaraya yang mabuk dan bernafsu untuk membunuh pimpinan FPI. Pada akhirnya, warga Dayak Muslim Kapuas bersama warga lainnya tetap melanjutkan acara Maulid di Kuala Kapuas, ada pun Delegasi FPI dengan bantuan KODIM setempat meninggalkan lokasi menuju Banjarmasin.
Menurut Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Syihab, Bupati dan Kapolres serta Dandim Kapuas telah bekerja sangat baik, tapi Gubernur dan Kapolda Kalimatan Tengah telah menjadi provokator.
Oleh karena itu, Ketua Umum FPI, Habib Rizieq Syihab menuntut pencopotan terhadap Gubernur dan Kapolda Kalimatan Tengah. Keduanya diduga kuat membiarkan peristiwa pengepungan di Bandara Cilik Riwut, Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Sebagai ekses dari tindakan provokasi terhadap warga Dayak tersebut, rumah anggota FPI Habib Muhri bin Muhammad Ba Hasyim di Palangkaraya dihancurkan oleh massa.
“Copot Gubernur Kalteng dan Kapolda Kalteng, keduanya penjahat kemanusiaan yang telah membiarkan warga Dayak Palangkaraya merusak rumah tokoh Muslim H. Muhri Muhammad Ba Hasyim dan sejumlah warga Muslim lainnya di kota Palangkaraya, serta membiarkan pengepungan, bahkan masuk landasan Bandara, juga mengepung rumah Bupati Kapuas,”, tegas Habib hari ini.
Bukan hanya itu, Gubernur dan Kapolda Kalimatan Tengah diduga telah membiarkan rencana dan upaya pembunuhan terhadap Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI). Hal itu terbukti, ketika rapat massa pengacau dan pelepasannya justru muncul dari Komplek Kantor Gubernur Kalteng dengan sepengetahuan Gubernur dan Kapolda Kalteng. Keduanya juga ditengarai terlibat konflik.
“Gubernur dan Kapolda Kalimantan Tengah membiarkan rencana dan upaya pembunuhan terhadap Pimpinan FPI sejak pagi hingga malam. Buktinya, rapat massa pengacau dan pelepasannya justru dari Komplek kantor Gubernur Kalteng dengan sepengetahuan Gubernur dan Kapolda Kalteng. Keduanya juga ditengarai terlibat konflik agraria yang telah merugikan dan menzalimi para petani warga Dayak Seruan di Kalteng yang saat ini sedang dibela DPP FPI,” tegasnya. (Novi/fpi)
sumber : era muslim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar