Wanted . . . .

Total Tayangan Halaman

Minggu, 30 Oktober 2011

AERTIKEL AEROMODELING DAN SEJARAH AEROMODELING INDONESIA part 2


SEJARAH PENERBANGAN


Wright Bersaudara yang terdiri dari dua orang kakak beradik, Orville Wright (19 Agustus 1871 - 30 Januari 1948) dan Wilbur Wright (16 April 1867 - 30 Mei 1912), secara umum dihargai atas desain dan perancangan pesawat terbang efektif pertama, dan membuat penerbangan terkendali pertama menggunakan pesawat terbang bermesin yang lebih berat daripada udara, bersama dengan pendirian tonggak sejarah lainnya dalam bidang era dirgantara.
                                                                                                 
Kedua kakak beradik itu pada awalnya mengelola sebuah toko di Dayton, Ohio. Toko tersebut menjual dan memperbaiki sepeda motor. Mereka mulai mempelajari masalah penerbangan pada tahun 1889. Kemudian mereka mulai membuat tiga pesawat terbang layang bersayap kembar. Ketiganya dites di pantai Kitty Hawk, North Carolina. Pesawat yang ketiga telah diujinya sebanyak 1000 kali penerbangan dan ternyata berhasil dengan sukses. Kemudia mereka membuat mesin motor ringan. Mesin tersebut di pasang di pesawatnya yang keempat, yang dinamakannya Wright Flyer.

Pada pukul 9.30 pagi (9.30 WIB malam) dalam cuaca dingin yang mendung pada tanggal 17 Desember 1903, Wright Bersaudara menerbangkan untuk pertama kalinya pesawat udara berkendali sejauh empat mil di dekat wilayah berbukit pasir di Kitty Hawk, North Carolina. Mereka menyaksikan pesawat Wright Flyer dikemudikan oleh Orville, mengangkasa selama 12 detik. Kemudia pesara tersebut turun kembali setelah mencapai 37 meter dari tanah. Penerbangan tersebut merupakan penerbangan pesawat yang pertama dalam sejarah. Pesawat tersebut pada awalnya dinamai Wright Flyer, tetapi sekarang lebih populer dengan nama "Kitty Hawk". Pesawat Flyer yang asli kini terdapat di Museum Dirgantara di Washington DC,Amerika Serikat.



Dan ada yang mengatakan:
Beratus-ratus tahun yang lalu pembawa cerita di Timur dapat membuat pendengarnya duduk terpesona dengan kisah-kisahnya tentang sehelai permadani ajaib yang menerbangkan para pangeran Baghdad ke udara, kini tanpa keajaiban, manusia telah dapat menaklukkan angkasa.
Beberapa jenis kendaraan udara dapat melayang karena benda ini lebih ringan daripada udara. Jenis lainnya lebih berat daripada udara, tetapi karena didorong oleh sumber tenaga atau karena tekanan arus udara yang kuat, maka benda ini dapat naik ke udara. Kita akan memulai cerita kita dengan kendaraan lebih ringan daripada udara–balon udara dan jenis yang berasal dari balon itu–karena dengan kendaraankendaraan udara inilah manusia mulai terbang ke angkasa.

Penerbangan lebih-ringan-dari-udar Asas penerbangan lebih-ringan-dari-udara cukup sederhana. Jika sebuah benda lebih ringan beratnya daripada volume udara yang dipindahkannya, maka bobot itu akan naik ke atmosfer. Masalahnya adalah bagaimana mendapatkan bahan yang lebih ringan daripada udara.
Bangsa Cina telah dapat memecahkan masalah ini berabad-abad yang lalu.

Mereka mengetahui bahwa udara yang dipanaskan berbobot lebih ringan daripada udara biasa. Dengan memompa kertas ular naga dengan udara panas, mereka berhasil menerbangkan mainan-mainan itu ke atas. Tidak seorang pun memanfaatkan gagasan ini untuk menerbangkan manusia sampai abad XVIII.
Hanya Joseph-Michel dan Jacques-Entiene Montgolfier 2 bersaudara yang hidup di Perancis yang berhasil memanfaatkannya. Mereka memompa balon kertas dengan udara panas yang dihasilkan dari pembakaran jerami sehingga balon itu naik ke atas. Kemudian mereka menggunakan bola bulat yang terbuat dari sutera dan digantungnya kandang-kandang pada bola bulat itu. Di dalam kandang ini mereka mereka menempatkan ayam, burung dara, dan domba yang diterbangkan ke udara. Akhirnya, pada 21 November 1783 seorang pemuda Perancis, Pilatre de Rozier dan Marquis d’Arlandes, naik ke dalam balon Montgolfier dan mengadakan penerbangan bebas selama 25 menit di atas kota Paris. Mereka adalah orang pertama yang melakukan penerbangan udara.

Cara menggembungkan balon dengan udara panas segera ditinggalkan.
Orang mulai menjadi sadar bahwa gas hidrogen yang baru saja ditemukan lebih ringan daripada udara. Pada tahun 1783 seorang ahli fisika bangsa Perancis, J.A.C. Charles mengisi bahan sutera dengan hidrogen untuk kemudian tanpa penumpang menerbangkan balon itu ke udara. Beberapa saat kemudian ia sendiri mengadakan beberapa kali penerbangan dalam kendaraan yang berisikan hidrogen. Kemudian diikuti dengan penerbangan yang lebih banyak lagi. Segera setelah itu banyak kantong besar berisikan gas itu diterbangkan di berbagai negara. Kantong-kantong besar ini adalah “balon-balon bebas” yang tidak dapat dikendalikan dan melayang ke mana saja angin meniupnya.

Pada tahun 1897 Salomon August Andree, seorang insinyur bangsa Swedia,bergelantungan di udara, yang barangkali merupakan penerbangan lebih-ringandari-udara yang paling berani yang pernah diadakan. Bersama dengan 2 orang teman, ia tinggal landas dalam sebuah balon dari Spitsbergen dalam usahanya mengapung menyeberangi Kutub Utara. Bertahun-tahun tiada kabar selanjutnya mengenai ketiga orang petualang itu. 

Akhirnya pada tahun 1930 diketemukan jenazah para petualang itu di White Island dengan barang-barang perlengkapannya, termasuk beberapa lembar foto negatif yang diambil oleh Andree. Ketiga petualang yang malang itu terpaksa mendarat di atas gumpalan es terapung dan berusaha mencapai White Island, tempat mereka meninggal karena udara dingin.

Munculnya Kapal Seplin
Kehancuran ekspedisi Andree sudah jelas menunjukkan keganasan alam jika terbang dengan balon bebas. Dari sejak semula terbang dengan pesawat lebih-ringan-dari-udara, telah diusahakan untuk mengembangkan pesawat seplin, yaitu sebuah balon yang dapat sepenuhnya dikendalikan selama berada di udara.
Beberapa mahasiswa yang pertama-tama sekali mempelajari aeronautika berpendapat bahwa masalah ini dapat dilakukan dengan cara menggunakan layar, dayung, dan kemudi, tetapi alat-alat semacam itu terbukti tidak berhasil.
Pada tahun 1851 seorang bangsa Perancis bernama Henri Giffard memperlengkapi balon raksasa ini dengan sebuah mesin uap yang menggerakkan baling-baling. Pesawat seplin Giffard memang dapat terbang mencapai ketinggian 1.520 m. Demikian juga pesawat ini dapat dikendalikan dengan baik sekali, tetapi pesawat ini benar-benar lamban sekali. Di hari-hari tidak berangin kecepatan tinggi pesawat ini sedikit di atas kecepatan berjalan kaki. Kenyataan memang menunjukkan bahwa mesinnya terlalu berat, dibandingkan dengan tenaga yang dapat ditimbulkannya.

Tidak sampai berkembangya mesin bensin ringan, pesawat-pesawat seplin yang berhasil baik dapat diselesaikan. Alberto Santos-Dumont, seorang bangsa Brasil kaya-raya yang hidup di Paris, membangun 14 pesawat seplin yang ditangani oleh mesin bensin, antara tahun 1898 dan 1908. dengan salah satu pesawat udaranya ini ia memenangkan sebuah hadiah Rp 20 juta untuk naik ke udara di tempat hanya beberapa jauhnya dari Menara Eiffel, mengelilingi menara, dalam waktu setengah jam. Pesawat seplin Santos-Dumont memang masih benar-benar primitif. Pesawat-pesawatnya terdiri atas balon yang berbentuk sosis yang di bawahnya terdapat lunas kecil–yang memuat mesin dan awak pesawat terambin.

SEJARAH PENERBANGAN INDONESIA

Tercatat pada awal penerbangannya di Indonesia 16 November 1948, RI-001 diterbangkan ke Sumatera hingga ke Rangoon kemudian kembali ke Maguwo. Dua hari kemudian, 18 November hingga 26 November, dengan RI-001, Wakil Presiden Drs. Mohammad Hatta mengadakan perjalanan keliling Sumatera. Rute yang ditempuh dari Yogyakarta, Jambi, Payakumbuh, Kutaraja dan kembali ke Maguwo lewat Payakumbuh. Waktu itu Wakil Presiden hanya sampai Payakumbuh saja, sedang RI-001 melanjutkan penerbanganke Kutaraja Aceh untuk diperlihatkan langsung kepada masyarakat Aceh sebagai penyumbang. Pesawat disambut meriah oleh masyarakat. Kemudian sejumlah pemuka masyarakat Aceh joy flight dengan “Seulawah”.


log book-nya tercatat pada 29 November pesawat digunakan untuk pemotretan udara Gunung Merapi yang tengah menunjukkan tanda-tanda akan memuntahkan laharnya.Tanggal 1 Desember, “Seulawah” lepas landas dari Maguwo menuju Pangkalan Udara Piobang Payakumbuh, membawa sejumlah pegawai pemerintah dan anggota AURI untuk memperkuat pemerintahan dan perjuangan di Sumatera.
Menjelang 100 jam terbangnya, RI-001 pada 4 Desember dari Payakumbuh melanjutkan penerbangan ke Kutaraja. Setelah menambah 1 awak, pesawat meneruskan penerbangan pada 6 Desember ke Calcutta, India untuk menjalani perawatan periodik 100 jam dan memasang long range tank. Sewaktu menjalani pe­rawatan periodik inilah, terjadi serangan Belanda di Maguwo. Dakota RI-001 mau tidak mau tidak dapat kembali ke Tanah Air dan tertahan di Calcutta. 

Biaya bagi awaknya terus bergulir disamping kewajiban melunasi pembayaran pembelian pesawat C-47 “Seulawah.” Pesawat baru dibayar separuh sebab dana yang diterima Wiweko Soepono dari Moetalib, pengusaha merangkap perantara pencairan dana wesel Strait dollar 120.000 dari Residen Aceh, hanya separuh. Yaitu 60.000 Strait dollar digiinakan untuk membayar kapal.
Dua alternatif muncul di benak Wiweko untuk melunasi pembelian pesawat. Pertama mendirikan perusahaan penerbangan atau menjual kembali pesawat. Hasil penjualan dipakai untuk melunasi pembayaran C-47. Siasanya digunakan untuk membiayai pendidikan calon penerbang AURI di India. Akhimya pelunasan pembelian pesawat dapat diselesaikan pada 21 Januari 1949. Ke-kurangannya sementara ditutup oleh Perwakilan Rl di India, namun bersifat pinjaman dan harus dikembalikan.
Untuk mengembalikan dana pinjaman tidak ada alternatif lain kecuali mendirikan perusahaan penerbangan. Wiweko menyampaikan gagasannya kepada Opsir Udara III Soedaryono yang memimpin 20 kadet calon penerbang AURI di India dan Opsir Udara III SoetardjoSigitsebagai kopilot pesawat RI-001. Ide ini mendapat dukungan dari Kepala Perwakilan Rl di India, Dr. Soedarsono.
Sejak itulah dirintis pendirian maskapai penerbangan nasional Rl di India. Sayang, permohonan tidak dapat dipenuhi Pemerintah India, karena disana telah berdiri dan beroperasi perusahaan penerbangan Indian National Airways.
Kesempatan itu datang dari Burma setelah rencana tersebut disampaikan kepada Maryunani, KepalaPerwakilan Rli di Burma. Pemerintah Burma yang sedang butuh jasa angkutan udara untuk menghadapi pemberontakan dalam negeri, memberikan izin pendirian dan pengoperasian penerbangan.
Izin keluar bertepatan Dakota RI-001 selesai menjalani perawatan di Calcutta pada 20 Januari 1949. Enam hari kemudian, 26 Januari, dengan badan pesawat bertuliskan Indonesian Airways, RI-001 “Seulawah” diawaki J.H. Maupin (Captain Pilot), Kopilot Soetardjo Sigit dan Soedaryono, Radio Operator Soemarno dan Engineer Ceasselberry dan Wiweko sebagai General Manager, lepas landas dari Calcutta menuju Rangoon, Burma.
UPAYA PEMBUATAN PESAWAT TERBANG DI INDONESIA
A. PRA KEMERDEKAAN

          
Sejak legenda pewayangan berkembang dalam bagian hidup kebudayaan dan masyarakat Indonesia serta munculnya figur Gatotkaca dalam kisah Bratayuda yang dikarang Mpu Sedah serta figur Hanoman dalam kisah Ramayana adalah personifikasi pemikiran manusia Indonesia untuk bisa terbang. Tampaknya keinginan ini terus terpupuk dalam jiwa dan batin manusia Indonesia sesuai dengan perkembangan jamannya.

          Jaman Pemerintah kolonial Belanda tidak mempunyai program perancangan pesawat udara, namun telah melakukan serangkaian aktivitas yang berkaitan dengan pembuatan lisensi, serta evaluasi teknis dan keselamatan untuk pesawat yang dioperasikan di kawasan tropis, Indonesia. Pada tahun 1914, didirikan Bagian Uji Terbang di Surabaya dengan tugas meneliti prestasi terbang pesawat udara untuk daerah tropis. Pada tahun 1930 di Sukamiskin dibangun Bagian Pembuatan Pesawat Udara yang memproduksi pesawat-pesawat buatan Canada AVRO-AL, dengan modifikasi badan dibuat dari tripleks lokal. Pabrik ini kemudian dipindahkan ke Lapangan Udara Andir (kini Lanud Husein Sastranegara).

          Pada periode itu di bengkel milik pribadi minat membuat pesawat terbang berkembang. Pada tahun 1937, delapan tahun sebelum kemerdekaan atas permintaan seorang pengusaha, serta hasil rancangan LW. Walraven dan MV. Patist putera-putera Indonesia yang dipelopori Tossin membuat pesawat terbang di salah satu bengkel di Jl. Pasirkaliki Bandung dengan nama PK.KKH. Pesawat ini sempat menggegerkan dunia penerbangan waktu itu karena kemampuannya terbang ke Belanda dan daratan Cina pergi pulang yang diterbang pilot berkebangsaan Perancis, A. Duval. Bahkan sebelum itu, sekitar tahun 1922, manusia Indonesia sudah terlibat memodifikasi sebuah pesawat yang dilakukan di sebuah rumah di daerah Cikapundung sekarang.

          Pada tahun 1938 atas permintaan LW. Walraven dan MV. Patist - perancang PK.KKH - dibuat lagi pesawat lebih kecil di bengkel Jl. Kebon Kawung, Bandung.

Pesawat PK.KKH yang dibuat tahun 1937 di Bandung , di mana putera-putera Indonesia terlibat dalam proses pembuatannya.




B. PASCA KEMERDEKAAN dan PERANG KEMERDEKAAN

          
Segera setelah kemerdekaan, 1945, makin terbuka kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan impiannya membuat pesawat terbang sesuai dengan rencana dan keinginan sendiri. Kesadaran bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan yang luas akan selalu memerlukan perhubungan udara secara mutlak sudah mulai tumbuh sejak waktu itu, baik untuk kelancaran pemerintahan, pembangunan ekonomi dan pertahanan keamanan.

          Pada masa perang kemerdekaan kegiatan kedirgantaraan yang utama adalah sebagai bagian untuk memenangkan perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan, dalam bentuk memodifikasi pesawat yang ada untuk misi-misi tempur. Tokoh pada massa ini adalah Agustinus Adisutjipto, yang merancang dan menguji terbangkan dan menerbangkan dalam pertempuran yang sesungguhnya. Pesawat Cureng/Nishikoren peninggalan Jepang yang dimodifikasi menjadi versi serang darat. Penerbangan pertamanya di atas kota kecil Tasikmalaya pada Oktober 1945.

          Pada tahun 1946, di Yogyakarta dibentuk Biro Rencana dan Konstruksi pada TRI-Udara. Dengan dipelopori Wiweko Soepono, Nurtanio Pringgoadisurjo, dan J. Sumarsono dibuka sebuah bengkel di bekas gudang kapuk di Magetan dekat Madiun. Dari bahan-bahan sederhana dibuat beberapa pesawat layang jenis Zogling, NWG-1 (Nurtanio Wiweko Glider). Pembuatan pesawat ini tidak terlepas dari tangan-tangan Tossin, Akhmad, dkk. Pesawat-pesawat yang dibuat enam buah ini dimanfaatkan untuk mengembangkan minat dirgantara serta dipergunakan untuk memperkenalkan dunia penerbangan kepada calon penerbang yang saat itu akan diberangkatkan ke India guna mengikuti pendidikan dan latihan.

          Selain itu juga pada tahun 1948 berhasil dibuat pesawat terbang bermotor dengan mempergunakan mesin motor Harley Davidson diberi tanda WEL-X hasil rancangan Wiweko Soepono dan kemudian dikenal dengan register RI-X. Era ini ditandai dengan munculnya berbagai club aeromodeling, yang menghasilkan perintis teknologi dirgantara, yaitu Nurtanio Pringgoadisurjo.

Pesawat rancangan Wi-weko Soepono diberi tanda WEL-X yang dibuat pada tahun 1948, dengan menggunakan mesin Harley Davidson

          
Kemudian kegiatan ini terhenti karena pecahnya pemberontakan Madiun dan agresi Belanda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar