Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Berikut beberapa hal yang disunnahkan ketika puasa. Semoga kita bisa mengamalkannya.
Disunnahkan bagi orang yang hendak berpuasa untuk makan sahur. Al Khottobi mengatakan bahwa makan sahur merupakan tanda bahwa agama Islam selalu mendatangkan kemudahan dan tidak mempersulit.[1] Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan demikian karena di dalam sahur terdapat keberkahan. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Makan sahur juga merupakan pembeda antara puasa kaum muslimin dengan puasa Yahudi-Nashrani (ahlul kitab). Dari Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Sahur ini hendaknya tidak ditinggalkan walaupun hanya dengan seteguk air sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Disunnahkan untuk mengakhirkan waktu sahur hingga menjelang fajar. Hal ini dapat dilihat dalam hadits berikut. Dari Anas, dari Zaid bin Tsabit, ia berkata,
Ibnu Hajar mengatakan, “Maksud sekitar membaca 50 ayat artinya waktu makan sahur tersebut tidak terlalu lama dan tidak pula terlalu cepat.” Al Qurthubi mengatakan, “Hadits ini adalah dalil bahwa batas makan sahur adalah sebelum terbit fajar.”
Di antara faedah mengakhirkan waktu sahur sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar yaitu akan semakin menguatkan orang yang berpuasa. Ibnu Abi Jamroh berkata, “Seandainya makan sahur diperintahkan di tengah malam, tentu akan berat karena ketika itu masih ada yang tertidur lelap, atau barangkali nantinya akan meninggalkan shalat shubuh atau malah akan begadang di malam hari.”[10]
Bolehkah Makan Sahur Setelah Waktu Imsak (10 Menit Sebelum Adzan Shubuh)?
Syaikh ‘Abdul Aziz bin ‘Abdillah bin Baz –pernah menjabat sebagai ketua Al Lajnah Ad Da-imah (Komisi fatwa Saudi Arabia)- pernah ditanya, “Beberapa organisasi dan yayasan membagi-bagikan Jadwal Imsakiyah di bulan Ramadhan yang penuh berkah ini. Jadwal ini khusus berisi waktu-waktu shalat. Namun dalam jadwal tersebut ditetapkan bahwa waktu imsak (menahan diri dari makan dan minum, -pen) adalah 15 menit sebelum adzan shubuh. Apakah seperti ini memiliki dasar dalam ajaran Islam? “
Syaikh rahimahullah menjawab:
Saya tidak mengetahui adanya dalil tentang penetapan waktu imsak 15 menit sebelum adzan shubuh. Bahkan yang sesuai dengan dalil Al Qur’an dan As Sunnah, imsak (yaitu menahan diri dari makan dan minum, -pen) adalah mulai terbitnya fajar (masuknya waktu shubuh). Dasarnya firman Allah Ta’ala,
Juga dasarnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Dasarnya lagi adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
2. Menyegerakan berbuka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dalam hadits yang lain disebutkan,
Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka puasa sebelum menunaikan shalat maghrib dan bukanlah menunggu hingga shalat maghrib selesai dikerjakan. Inilah contoh dan akhlaq dari suri tauladan kita shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata,
3. Berbuka dengan kurma jika mudah diperoleh atau dengan air.
Dalilnya adalah hadits yang disebutkan di atas dari Anas. Hadits tersebut menunjukkan bahwa ketika berbuka disunnahkan pula untuk berbuka dengan kurma atau dengan air. Jika tidak mendapati kurma, bisa digantikan dengan makan yang manis-manis. Di antara ulama ada yang menjelaskan bahwa dengan makan yang manis-manis (semacam kurma) ketika berbuka itu akan memulihkan kekuatan, sedangkan meminum air akan menyucikan.[16]
4. Berdo’a ketika berbuka
Perlu diketahui bersama bahwa ketika berbuka puasa adalah salah satu waktu terkabulnya do’a. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berbuka beliau membaca do’a berikut ini,
Adapun do’a berbuka,
Begitu pula do’a berbuka,
5. Memberi makan pada orang yang berbuka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
6. Lebih banyak berderma dan beribadah di bulan Ramadhan
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih banyak lagi melakukan kebaikan di bulan Ramadhan. Beliau memperbanyak sedekah, berbuat baik, membaca Al Qur’an, shalat, dzikir dan i’tikaf.”[24]
Dengan banyak berderma melalui memberi makan berbuka dan sedekah sunnah dibarengi dengan berpuasa itulah jalan menuju surga.[25] Dari ‘Ali, ia berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
Semoga sajian ini bermanfaat. Alhamdulillahilladzi bi ni'matihi tatimmush sholihaat.
sumber : http://indonesian.iloveallaah.com/6-hal-sunnah-puasa/
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Berikut beberapa hal yang disunnahkan ketika puasa. Semoga kita bisa mengamalkannya.
Disunnahkan bagi orang yang hendak berpuasa untuk makan sahur. Al Khottobi mengatakan bahwa makan sahur merupakan tanda bahwa agama Islam selalu mendatangkan kemudahan dan tidak mempersulit.[1] Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَرَادَ أَنْ يَصُومَ فَلْيَتَسَحَّرْ بِشَىْءٍ
“Barangsiapa ingin berpuasa, maka hendaklah dia bersahur.”[2]Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan demikian karena di dalam sahur terdapat keberkahan. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِى السَّحُورِ بَرَكَةً
“Makan sahurlah karena sesungguhnya pada sahur itu terdapat berkah.”[3] An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Karena dengan makan sahur akan semakin kuat melaksanakan puasa.”[4]Makan sahur juga merupakan pembeda antara puasa kaum muslimin dengan puasa Yahudi-Nashrani (ahlul kitab). Dari Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ
“Perbedaan antara puasa kita (umat Islam) dan puasa ahlul kitab terletak pada makan sahur.”[5] At
Turbasyti mengatakan, “Perbedaan makan sahur kaum muslimin dengan ahlul
kitab adalah Allah Ta’ala membolehkan pada umat Islam untuk makan sahur
hingga shubuh, yang sebelumnya hal ini dilarang pula di awal-awal
Islam. Bagi ahli kitab dan di masa awal Islam, jika telah tertidur,
(ketika bangun) tidak diperkenankan lagi untuk makan sahur. Perbedaan
puasa umat Islam (saat ini) yang menyelisihi ahli kitab patut disyukuri
karena sungguh ini adalah suatu nikmat.”[6]Sahur ini hendaknya tidak ditinggalkan walaupun hanya dengan seteguk air sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
السَّحُورُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ فَلاَ تَدَعُوهُ
وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جَرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّ اللَّهَ
عَزَّ وَجَلَّ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى المُتَسَحِّرِينَ
“Sahur adalah makanan yang penuh berkah. Oleh karena itu,
janganlah kalian meninggalkannya sekalipun hanya dengan minum seteguk
air. Karena sesungguhnya Allah dan para malaikat bershalawat kepada
orang-orang yang makan sahur.”[7]Disunnahkan untuk mengakhirkan waktu sahur hingga menjelang fajar. Hal ini dapat dilihat dalam hadits berikut. Dari Anas, dari Zaid bin Tsabit, ia berkata,
تَسَحَّرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- ثُمَّ قُمْنَا إِلَى الصَّلاَةِ. قُلْتُ كَمْ كَانَ قَدْرُ مَا
بَيْنَهُمَا قَالَ خَمْسِينَ آيَةً.
“Kami pernah makan sahur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian kami pun berdiri untuk menunaikan shalat. Kemudian Anas bertanya pada Zaid, ”Berapa lama jarak antara adzan Shubuh[8] dan sahur kalian?” Zaid menjawab, ”Sekitarmembaca 50 ayat”.[9] Dalam riwayat Bukhari dikatakan, “Sekitar membaca 50 atau 60 ayat.”Ibnu Hajar mengatakan, “Maksud sekitar membaca 50 ayat artinya waktu makan sahur tersebut tidak terlalu lama dan tidak pula terlalu cepat.” Al Qurthubi mengatakan, “Hadits ini adalah dalil bahwa batas makan sahur adalah sebelum terbit fajar.”
Di antara faedah mengakhirkan waktu sahur sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar yaitu akan semakin menguatkan orang yang berpuasa. Ibnu Abi Jamroh berkata, “Seandainya makan sahur diperintahkan di tengah malam, tentu akan berat karena ketika itu masih ada yang tertidur lelap, atau barangkali nantinya akan meninggalkan shalat shubuh atau malah akan begadang di malam hari.”[10]
Bolehkah Makan Sahur Setelah Waktu Imsak (10 Menit Sebelum Adzan Shubuh)?
Syaikh ‘Abdul Aziz bin ‘Abdillah bin Baz –pernah menjabat sebagai ketua Al Lajnah Ad Da-imah (Komisi fatwa Saudi Arabia)- pernah ditanya, “Beberapa organisasi dan yayasan membagi-bagikan Jadwal Imsakiyah di bulan Ramadhan yang penuh berkah ini. Jadwal ini khusus berisi waktu-waktu shalat. Namun dalam jadwal tersebut ditetapkan bahwa waktu imsak (menahan diri dari makan dan minum, -pen) adalah 15 menit sebelum adzan shubuh. Apakah seperti ini memiliki dasar dalam ajaran Islam? “
Syaikh rahimahullah menjawab:
Saya tidak mengetahui adanya dalil tentang penetapan waktu imsak 15 menit sebelum adzan shubuh. Bahkan yang sesuai dengan dalil Al Qur’an dan As Sunnah, imsak (yaitu menahan diri dari makan dan minum, -pen) adalah mulai terbitnya fajar (masuknya waktu shubuh). Dasarnya firman Allah Ta’ala,
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS. Al Baqarah: 187)Juga dasarnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الفَجْرُ فَجْرَانِ ، فَجْرٌ يُحْرَمُ
الطَّعَامُ وَتَحِلُّ فِيْهِ الصَّلاَةُ ، وَفَجْرٌ تُحْرَمُ فِيْهِ
الصَّلاَةُ (أَيْ صَلاَةُ الصُّبْحِ) وَيَحِلُّ فِيْهِ الطَّعَامُ
“Fajar ada dua macam: [Pertama] fajar diharamkan untuk makan dan
dihalalkan untuk shalat (yaitu fajar shodiq, fajar masuknya waktu
shubuh, -pen) dan [Kedua] fajar yang diharamkan untuk shalat shubuh dan
dihalalkan untuk makan (yaitu fajar kadzib, fajar yang muncul sebelum
fajar shodiq, -pen).” (Diriwayatakan oleh Al Baihaqi dalam Sunan Al
Kubro no. 8024 dalam “Puasa”, Bab “Waktu yang diharamkan untuk makan
bagi orang yang berpuasa” dan Ad Daruquthni dalam “Puasa”, Bab “Waktu
makan sahur” no. 2154. Ibnu Khuzaimah dan Al Hakim mengeluarkan hadits
ini dan keduanya menshahihkannya sebagaimana terdapat dalam Bulughul
Marom)Dasarnya lagi adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّ بِلاَلاً يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ
“Bilal biasa mengumandangkan adzan di malam hari. Makan dan minumlah sampai kalian mendengar adzan Ibnu Ummi Maktum.”
(HR. Bukhari no. 623 dalam Adzan, Bab “Adzan sebelum shubuh” dan Muslim
no. 1092, dalam Puasa, Bab “Penjelasan bahwa mulainya berpuasa adalah
mulai dari terbitnya fajar”). Seorang periwayat hadits ini mengatakan
bahwa Ibnu Ummi Maktum adalah seorang yang buta dan beliau tidaklah
mengumandangkan adzan sampai ada yang memberitahukan padanya “Waktu
shubuh telah tiba, waktu shubuh telah tiba.”[11]2. Menyegerakan berbuka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ
“Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.”[12]Dalam hadits yang lain disebutkan,
لَا تَزَالُ أُمَّتِى عَلَى سُنَّتِى مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُجُوْمَ
“Umatku akan senantiasa berada di atas sunnahku (ajaranku) selama tidak menunggu munculnya bintang untuk berbuka puasa.”[13] Dan
inilah yang ditiru oleh Rafidhah (Syi’ah), mereka meniru Yahudi dan
Nashrani dalam berbuka puasa. Mereka baru berbuka ketika munculnya
bintang. Semoga Allah melindungi kita dari kesesatan mereka.[14]Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka puasa sebelum menunaikan shalat maghrib dan bukanlah menunggu hingga shalat maghrib selesai dikerjakan. Inilah contoh dan akhlaq dari suri tauladan kita shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّىَ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ
رُطَبَاتٌ فَعَلَى تَمَرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ
مَاءٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya berbuka dengan
rothb (kurma basah) sebelum menunaikan shalat. Jika tidak ada rothb,
maka beliau berbuka dengan tamr (kurma kering). Dan jika tidak ada yang
demikian beliau berbuka denganseteguk air.”[15]3. Berbuka dengan kurma jika mudah diperoleh atau dengan air.
Dalilnya adalah hadits yang disebutkan di atas dari Anas. Hadits tersebut menunjukkan bahwa ketika berbuka disunnahkan pula untuk berbuka dengan kurma atau dengan air. Jika tidak mendapati kurma, bisa digantikan dengan makan yang manis-manis. Di antara ulama ada yang menjelaskan bahwa dengan makan yang manis-manis (semacam kurma) ketika berbuka itu akan memulihkan kekuatan, sedangkan meminum air akan menyucikan.[16]
4. Berdo’a ketika berbuka
Perlu diketahui bersama bahwa ketika berbuka puasa adalah salah satu waktu terkabulnya do’a. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حِينَ يُفْطِرُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
“Ada tiga orang yang do’anya tidak ditolak : (1) Pemimpin yang
adil, (2) Orang yang berpuasa ketika dia berbuka, (3) Do’a orang yang
terdzolimi.”[17] Ketika
berbuka adalah waktu terkabulnya do’a karena ketika itu orang yang
berpuasa telah menyelesaikan ibadahnya dalam keadaan tunduk dan
merendahkan diri.[18]Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berbuka beliau membaca do’a berikut ini,
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
“Dzahabazh zhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya
Allah (artinya: Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan
pahala telah ditetapkan insya Allah)”[19]Adapun do’a berbuka,
اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
“Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthortu (Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku berbuka)”[20] Do’a ini berasal dari hadits hadits dho’if (lemah).Begitu pula do’a berbuka,
اللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
“Allahumma laka shumtu wa bika aamantu wa ‘ala rizqika afthortu” (Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku beriman, dan dengan rizki-Mu aku berbuka), Mula
‘Ali Al Qori mengatakan, “Tambahan “wa bika aamantu” adalah tambahan
yang tidak diketahui sanadnya, walaupun makna do’a tersebut shahih.[21] Sehingga cukup do’a shahih yang kami sebutkan di atas (dzahabazh zhomau …) yang hendaknya jadi pegangan dalam amalan.5. Memberi makan pada orang yang berbuka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
“Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala
seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang
berpuasa itu sedikit pun juga.”[22]6. Lebih banyak berderma dan beribadah di bulan Ramadhan
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
كَانَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم -
أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِى
رَمَضَانَ ، حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ ، وَكَانَ جِبْرِيلُ - عَلَيْهِ
السَّلاَمُ - يَلْقَاهُ كُلَّ لَيْلَةٍ فِى رَمَضَانَ حَتَّى يَنْسَلِخَ ،
يَعْرِضُ عَلَيْهِ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - الْقُرْآنَ ، فَإِذَا
لَقِيَهُ جِبْرِيلُ - عَلَيْهِ السَّلاَمُ - كَانَ أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ
مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
“Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling
gemar melakukan kebaikan. Kedermawanan (kebaikan) yang beliau lakukan
lebih lagi di bulan Ramadhan yaitu ketika Jibril ‘alaihis salam menemui
beliau. Jibril ‘alaihis salam datang menemui beliau pada setiap malam di
bulan Ramadhan (untuk membacakan Al Qur'an) hingga Al Qur'an selesai
dibacakan untuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Apabila Jibril
‘alaihi salam datang menemuinya, beliau adalah orang yang lebih cepat
dalam kebaikan dari angin yang berhembus.”[23]Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih banyak lagi melakukan kebaikan di bulan Ramadhan. Beliau memperbanyak sedekah, berbuat baik, membaca Al Qur’an, shalat, dzikir dan i’tikaf.”[24]
Dengan banyak berderma melalui memberi makan berbuka dan sedekah sunnah dibarengi dengan berpuasa itulah jalan menuju surga.[25] Dari ‘Ali, ia berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
« إِنَّ فِى الْجَنَّةِ غُرَفًا تُرَى
ظُهُورُهَا مِنْ بُطُونِهَا وَبُطُونُهَا مِنْ ظُهُورِهَا ». فَقَامَ
أَعْرَابِىٌّ فَقَالَ لِمَنْ هِىَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « لِمَنْ
أَطَابَ الْكَلاَمَ وَأَطْعَمَ الطَّعَامَ وَأَدَامَ الصِّيَامَ وَصَلَّى
لِلَّهِ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ »
"Sesungguhnya di surga terdapat kamar-kamar yang mana bagian
luarnya terlihat dari bagian dalam dan bagian dalamnya terlihat dari
bagian luarnya." Lantas seorang arab baduwi berdiri sambil berkata, "Bagi siapakah kamar-kamar itu diperuntukkan wahai Rasululullah?" Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: "Untuk
orang yang berkata benar, yang memberi makan, dan yang senantiasa
berpuasa dan shalat pada malam hari diwaktu manusia pada tidur."[26]Semoga sajian ini bermanfaat. Alhamdulillahilladzi bi ni'matihi tatimmush sholihaat.
sumber : http://indonesian.iloveallaah.com/6-hal-sunnah-puasa/
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar